I.
PENDAHULUAN
Sigmund Freud memiliki pendapat
tentang potensi pada diri manusia yang sangat berpengaruh terhadap karakternya,
yaitu: id, ego, dan superego. Menurutnya, perilaku manusia itu ditentukan oleh
kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan
naluri psiko-seksual tertentu. pada enam tahun pertama dalam kehidupannya.
Berdasarkan teorinya tersebut, Freud menyimpulkan bahwa moralitas merupakan
sebuah proses penyesuaian antara id, ego, dan superego. Titik lemah terbesar
Freud dan para penganutnya bukan pada kesalahan teorinya, tetapi adalah over
generalisasi dari teori tersebut, sehingga dalam kacamata Freud, manusia dapat
dikatakan tidak berbeda dengan binatang, bahkan lebih menderita karena tidak
sebebas binatang dalam melampiaskan nafsunya. Menurut teori Freud. Manusia
dengan binatang itu sama yang membedakan
adalah akal pikiran, kalau manusia cenderung bisa mengontrol emosinya,
sedangkan hewan atau binatang lebih bebas tanpa malu-malu mengumbar hawa nafsunya,
namun dalam era sekarang ini faktanya
manusiaa dengan binatang tidak ada bedanya terutama dalam dorongan biologis. Di
zaman sekarang manusia menuruti atau melakukan dorongan biologisnya seperti
melakukan hubungan seks, dimana saja, kapan saja, tanpa adanya rasa malu,
disitulah letak kesenjangan antara teori Sigmund freud dan realitas kehidupan
sekarang. Untuk mengatasinya adalah dimulai dari diri sendiri terutama kita
sebagai generasi muda penerus bangsa hendaknya dengan kita memperbaiki moral,
akhlaq, masing-masing individu, Harapannya untuk generasi penerus bangsa terus
memperbaiki diri agar memiliki karakter kepribadian yang baik.
Dengan
demikian, dalam karakter penciptaan manusia terdapat kecenderungan untuk
berbuat baik dan jahat; kecenderungan untuk menuruti hawa nafsu fisiknya dan
tenggelam dalam menikmati kesenangan; dan kecenderungan untuk mencapai puncak
keutamaan, ketakwaan, cita-cita luhur kemanusiaan, dan amal baik, serta
ketenangan jiwa dan kebahagiaan spiritual yang diwujudkannya. Dalam pandangan
Usman Najati, bahwa pola pembentukan kepribadian manusia tidak terlepas dari
kedua potensi tersebut dan akan berkembang sesuai dengan proses kehidupannya.
Namun, terdapat potensi fitrah yang sangat berperan, selain konsep sosial dalam
proses pembentukan karakter seseorang.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana Konsep Psikologi tentang
Manusia ?
B. Bagaimana Presfektif Al-Qur’an tentang
Psikologi Maanusia ?
C. Bagaimana Karakteristik Psikologi Da’I
dan Md’u ?
III.
PEMBAHASAN
A. Psikologi Tentang Manusia
1. Pengertian Manusia
Pada dasarnya Tuhan telah menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. baik dari aspek jasmani maupun
rohani. Dari kesempurnaannya itulah maka untuk dapat memahami, mengenal secara
dalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik. Asal manusia secara
esensial berasal dari Tuhan, bersifat Nur (cahaya). Ruh (hidup) dan ghaib
(tidak tampak oleh kasat mata). Sedangkan usul manusia berasal dari air dan
tanah. Dengan kata lain jika seorang manusia ditinjau dari asalnya, maka ia
bersifat ruhaniah. Sedangkan secara usulnya berarti ia bersifat jasmaniyah.[1]
2. Konsep Manusia Menurut Psikologi
a. Pandangan Psikoanalis
Sigmund Freud pendiri psikoanalis adalah orang
pertama yang berusaha merumuskan psikologi manusia. Sigmund Freud merumuskan
tiga sistem utama kepribadian manusia, yaitu Id (das es), ego (das ich), dan
super ego (ueber ich). Id (das es) merupakan wadah yang berisi dorongan-dorongan bawaanyang
bersifat primitive dan dorongan-dorongan biologis manusia (insting), id
bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan
psikis yang paling besar. Id bersifst egoistis, tidak bermoral, tidak mau tahu
keadaan dan merupakan pusat insting (hawa nafsu) menurut bahasa agama.
Menurut Freud, ada 2 insting yang dominan
pada subsistem Id ini, yaitu Libido atau Eros dan Thanatos. Libido (eros) atau
naluri kehidupan adalah insting reproduktif yang menerangkan energy dasar,
yaitu untuk kegiatan manusia yang konstruktif. Seperti, seks dan hal-hal lain
yang mendatangkan kenikmatan, termasuk kasih saying dari seorang Ibu, maupun
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan cinta diri. Libidio juga
merupakan insting kehidupan (eros). Thanatos merupakan insting destruktif dan
agresif.[2]
Subsistem yang kedua adalahh Ego yang berfungsi menjembatani tuntutan Id
dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator
antara hasrat-hasrat hewani dengan
tuntutan rasional dan realistik. Ego bergerak berdasarkan prinsip
realitas. Ego memiliki unsur kesadaran, mampu menghayati secara lahiiyah maupun
bathiniyah. Ego menampilkan akal budi dan pikiran, selalu siap menyesuaikan
diri, dan mengendalikan dorongan-dorongan. Kemudian subsistem yang terakhir
adaalah super ego, merupakan dzat yang lebih tinggi yang ada pada diri manusia
yang memberikan garis-garis pengarahan etis dan norma norma yang harus dianut.
Salah satu fungsi terpenting dari super ego adalah sebagai hati nurani yang
mengontrol dan mengkritik perbuatan (sebagai pengawas diri).
Jadi, dari pandangan teori psikoanalais ini
mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu sebenarnya merupakan interaksi dari
ketiga subsistem itu, yaitu komponen biologis ( hawa nafsu, id), komponen
psikologis (ego), dan komponen sosial ( superego), maka bisa dikatakan bahwa
antara subsistem tersebut tingkah laku manusia terjadi karena unsur hewani,
akali, dan nilai atau norma.
b. Pandangan Psikologi Behaviourisme
Berbeda
dengan pandangan psikoanalis, menurut pandangan psikologi Behaviourisme
memandang bahwa manusia dipengaruhi oleh insting dan dorongan nafsu rendah.
Aliran ini tidak mengakui konsepsi ketidaksadaran dan kesadaran yang menjadi inti dari
psikoanalis, namun lebih memandang aspek stimuli, dan lingkunganlah yang bisa
membentuk perilaku manusia. Teori behaviourisme dikenal dengan nama “teori
belajar”, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali insting adalah
hasil belajar. Belajar dalam arti perubahan perilaku organisme sebagaai
pengaruh lingkungan. Seperti, orang jawa yang tinggal di pesisir pantai akan
dominan berbicara dengan suara keras, karena lingkungan telah menuntut untuk
keras, yakni bersaing dengan suara gelombang laut (ombak), sedangkan orang jawa
yang tinggal diperkampungan yang lenggang, maka akan dominan berbicara dengan
pelan-pelan, bisik-bisik, karena lingkungan tidak menuntut bersuara keras
dengan bisik-bisik pun sudah terdengar.
c.
Pandangan
Psikologi Kognitif.
Jika behaviourisme memandang manusia sebagai makhluk yang bersikap pasif
terhadap lingkungan, maka psikologi
kognitif menempatkan manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif
terhadap lingkungannya dengan cara berpikir. Psikologi kognitif mempelajari
bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indera diproses dalam jiwa
seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah
laku. Pada teori ini manusia berusaha untuk bisa memahami lingkungan yang
sedang dihadapinya dan meresponnya dengan pemikiran yang dimilikinya.
Dalam pandangan psikologi ini manusia layaknya sebuah komputer, dimana
ia menangkap informasi, mengolah, menyimpan, atau mengeluarkannya dalam bentuk
perilaku. Konsepsi manusia sebagai pengolah informasi (the person as
information processor) adalah perilaku manusia yang dipandang sebagai produk
strategi pengolahan informasi yang rasional yang mengarah pada penyediaan,
penyimpanan, dan pemanggilan informasi yang digunakan untuk memecahkan
persoalan. Dalam konsep ini manusia menurut teori kognitif disebut sebagai
(homo sapiens) yakni manusia yang berfikir.
Sehingga dari teori ini, dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak secara otomatis dapat memberikan respon kepada stimuli.
Akan tetapi, dalam mereaksi stimuli, manusia berpikir dan berusaha untuk
menemukan jati dirinya. Maka, teori kognitif lebih menempatkan kembali manusia
sebagai makhluk yang berjiwa, bukan hanya bisa berpikir, tetapi juga berusaaha
menemukan identitas dirinya.
d. Pandangan
Psikologi Humanistik
Dalam pandangan psikologi humanistik,
behaviourisme, dan psikoanalisis terlalu negative dan deterministik dalam
memandang manusia. Pendekatan humanistic menekankan pada pemikiran, imajinasi
kreatif, dan bukan semata pengaruh keadaan. Dengan demikian pendekatan
humanistic berasumsi bahwa manusia tidak bisa dipahami melalui kondisi-kondisi
stimulus saja, namun psikologi internal juga mempunyai pengaruh pada pemikiran,
perasaan dan tindakannya.[3]
Setiap
manusia yang hidup didunia ini mempunya karakteristik tersendiri, dan
kehidupannya berpusat pada kehidupannya itu.
Perilaku manusia menurut teori ini
terjadi karena berpusat pada konsep diri, yaitu pandagan maupun persepsi orang
terhadap dirinya yang bisa berubah-ubah dan fleksibel sesuai dengan
pengalamannya dengan orang lain. Jadi, manusia dalam keadaan normal cenderung
berperilaku rasional dan membangun (konstruktif) dan juga lebih cenderung
memilih jalan (pekerjaan, karier atas jalan hidup) yang mendukung pengembangan
dan aktualisasi diri.
B. Prespektif
Al-qur’an Tentang Psikologi
Sebagaimana telah dikemukakan secara
singkat, empat aliran psikologi diatas, masing-masing aliran memandang manusia
dari sudut yang berbeda dan mengungkapkan aspek tertentu yang dipandang paling
penting dalam manusia. Hal ini bisa kita lihat sebagai sebuah temuan psikologi
secular yang jelas tidak merujuk pada sumber ajaran islam (al-qur’an dan
al-hadits) untuk memberikan pandangan mengenai sejauh mana temuan itu memiliki
kesamaan, perbedaan, atau bahkan saling melengkapi atau saling menyangkal
diantara keduannya.
Psikoanalisa Sigmund Frued yang mencoba
menyelami dunia dalam (iner world) manusia, menemukan suatu dimensi kejiwaan
berupa alam bawah sadar (unconscious). Alam tak sadar berisi dorongan-dorongan
dan insting-insting primitive dan berbagai pengalaman memaksa seseorang untuk mengolah
sistem kejiwaannya secara dahsyat, dinamis, liar, kejam, dan terus menerus
dalam keadaan konflik kejiwaan. Dengan ini dapat dimengerti bahwa hakikat dan
citra manusia dalam pandangan psikoanalisa adalah buruk, iar, kejam, nonetis,
dan cenderung hedonustik, sebab dorongan paling dominan dialam bawah sadar
adalah dorongan-dorongan agresif dan nafsu seks.
Kekeliruan terbesar freud dalam kacamata
al-qu’an adalah keykainan bahwa id manusia hanya berisi dan dikusai nafsu
rendah. Al-qur’an dengan tegas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
pada dasarnya memiliki kualitas yang suci, bersih, dan indah. Atau dengan kata
lain, manusia pada pandangan al-qur’an adalah suci dan beriman, adapun
kecendurungan jahat adalah akibat dari keluarnya manusia dari kefitrahannya
sebagai makhluk yang suci dan beriman.
Secara psikis, manusia juga memiliki
aspek-aspek dan dimensi-dimensi psikis yang membentuk suatu struktur atau
komposisi totalitas manusia. Seperti yang telah diuraikan pada bagian
terdahulu, bahwa dalam al-qur’an secara jelas diumgkapkan bahwa totalitas diri
manusia memiliki tiga aspek dan lima dimensi. Ketiga aspek tersebut adalah aspek
jismiyah, aspek nafsiyah dan ruhaniyah. Kelima dimensi psikis manusia tersebut
mencakup al-nafsu, al-aqd, al-qalb, ar-ruh, dan al-fitrah.[4]
Secara
etimologi istilah manusia didalam al-qur’an ada empat kata yang dipergunkan,
yakni:
a. Ins, insani, insan, dan unas
Kesempurnaan
manusia itu dapat dilihat pada asal kata “ins” yang seorang manusia, sedangkan
“insani” yaitu dua orang manusia. Dari kata “insan” itu tersirat makna bahwa
manusia mempunyai dua unsur kemanusiaan yaitu, aspek lahiriyah dan asoek
batiniyah. Sedangkan kata-kata ins dan unas berarti bahwa manusia adalah fitrah
yang terpancar dari alam ruhaniyah yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah lembut,
dan sopan santun serta taat kepada Allah Swt.berarti
b. Basyar
Kata “basyar” berasal dari makna
kulit luar yang dapat dilihat dengan kasat mata bersifat indah dan menimbulkan rasa
bagi siapa saja yang melihatnya.
c. Bani Adam
Kata bani adam
berarti anak adam atau putra adam.
d. Dzurriyat Adam
Kata dzurriyat
adam berarti bahwa manusia berasal dari keturunan para Nabi.
Jadi, manusia menurut al-qur’an
adalah besar pada satu dimensi, tetapi juga kecil menurut dimensi yang lain.
Kemungkinan karena dua dimensi yang bertentangan inilah maka manusia dalam
merespon suatu masalah terkadang berjiwa besar, sportif, siap memberi dan
pemberani, namun dilain kesempatan yang berjiwa kecil, maka jadi penakut,
curang, malu, putus asa, dan lari dari tanggung jawab.
Manusia
memang unik, namun ia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu baik
positif maupun negative. Dalam preseptif al-qur’an menilai bahwa kecenderungan
itulah kemanusiaan manusia. [5]
·
Perilaku
Mad’u Dalam Perspektif Al-Qur’an
Al Qur’an sebagai sumber ajaran agama
islam ternyata telah meletakkan konsepsi psikologis manusia yang sangat
universal dimana dimensi kerohanian merupakan dimensi yang paling mendasar bagi
keberadaan manusia . Tanpa dimensi ruhaniah, manusia tidak akan bisa berbuat
apa-apa, hanya seongkok daging dan tulang yang tidak mampu menggerakkan organ
tubuhnya sendiri. Dimensi ruhaniah merupakan dimensi yang dijelaskan secara
tersendiri dalam Al-Qur’an, yang secara garis besar elemen-elemennnya terdiri
dari:
1. An Nafs (Potensi Jiwa)
2. Al Aql (Potensi Intelektual)
3. Al-Qalb (Potensi Ruhaniah)
C.. Karakteristik Psikologi Da’I dan Mad’u
1.
Da’I dan kepribadiannya
Juru
dakwah (da’i) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati
posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan
dakwah. Untuk membuat suatu proses dakwah sesuai dengan yang diharapkan,
seorang da’I harus memiliki kriteria-kriteria kepribadian yang dipandang
positif oleh ajaran islam dan masyarakat. Sehingga dalam diri seseorang da’I
harus memiliki kepribadian rohaniyah, diantarannya:
a. Sifat-sifat da’i
1. Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Sifat ini merupakan dasar utama pada
akhlak Da’i, karena seorang da’I tidak mungkin menyeru mad’unya ( sasaran dakwah) beriman kepada
Allah SWT. Kalau tidak ada hubungan antara
da’i dan Allah SWT
2. Ahli Tobat.
Sifat tobat dalam diri da’i, berarti ia
harus mampu untuk lebih menjaga atau takut untuk berbuat maksiat atau dosa
dibandingkan orang – orang yang menjadi mad’unya.
3. Ahli Ibadah
Seorang da’i adalah mereka yang selalu
beribadah kepada Allah dalam segala gerakan, perbuatan atau perkataan dimanapun dan kapanpun.
4. Amanah dan Sidiq
Amanah berarti terpercaya dan sidiq berarti
jujur adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang da’ I sebelum sifat –
sifat yang lain, karena apabila seorang da’I
memiliki sifat amanah dan sidiq maka mad’u akan cepat percaya dan
menerima ajakan dakwahnya.
5. Pandai Bersyukur
Syukur mempunyai dua dimensi, yaitu syukur
kepada Allah SWT dan sesama manusia. Seorang dai yang baik adalah dai yang
mampu menghargai nimat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.
6. Tulus ikhlas dan tidak mementingkan
pribadi
Niat yang tulus adalah salah satu syarat
yang harus dimiliki seorang dai, sebab dakwah adalah satu perkataan yang
berhubungan dengan Allah, yang memerlukan keikhlasan lahir batin.
7. Ramah dan penuh pengertian
Dakwah adalah pekerjaan yang bersifat propaganda
pada orang lain. Propaganda dapat diterima, apabila orang yang memproganda
berlaku ramah, sopan, ringan tangan untuk melayani sasarannya (objeknya).
Begitu pula dalam dakwah dai harus memiliki kepribadian yang menarik seperti
ramah, sopan, agar dapat menunjang keberhasilan dakwah.
8. Tawadhu’
Sifat tawadhu’ bukanlah rendah diri tetapi
rendah hati, maksudnya sopan dalam pergaulan, tidak sombong dan tidak mencela
orang lain.
9. Sederhana dan jujur
Kesederhanaan adalah pangkal keberhasilan
dakwah. Dalam kehidupan sehari – hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhan,
sederhana disini berarti dai adalah
tidak bermegah – megahan, angkuh dan sebagainya. Sedangkan jujur adalah penguat
dari sifat sederhana.
10. Tidak memiliki sifat egois
Sifat ini benar – benar harus dijauhi oleh
seorang dai, bagaimana mungkin seorang dai dapat bergaul dan mempengaruhi orang
lain jika ia sendiri tidak perduli dengan orang lain.
11. Sabar dan tawakal
Apabila dalam menunaikan tugas dakwah, dai
mengalami hambatan dan cobaan hendaklah dai tersebut bersabar, karena semua itu
butuh perjuangan untuk menyebarkan ajaran Allah SWT.
b. Sikap seorang da’i
1. Berakhlak mulia
Hamka mengatakan bahwa alat dakwah yang
paling utama adalah akhlak dan budi pekerti.
2. Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo
mangun karso, Tut wuri handayani
Ing ngarso sung tulodho berarti seorang
Da’i. Seseorang Da’i harus dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Ing
madyo mangun karso berarti bila seseorang Da’i berasa ditengah-tengah massa
hendaklah dapat memberikan semangat agar mereka senantiasa mengikuti semua
ajakan Da’i. Tut wuri handayani berarti bila seorang Da’i hendaknya mengikuti
Mad’u dengan bimbingan-bimbingan agar lebih meningkatkan keimanannya.
3. Wara dan
berwibawa
Sikap wara’ berarti menunjukan
perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal shaleh, sikap ini
dapat menimbulkan kewajiban seorang Da’i.
Sedangkan kepribadian yang bersifat jasmani,
diantarannya:
a). Sehat
Jasmani
Dakwah memerlukan akal yang sehat sedang
akal yang sehat terdapat pada badan yang
sehat.
b). Berpakaian
sopan dan rapi
Pakaian yang sopan, praktis dan pantas
mendoron rasa simpati seseorang pada orang lain bahkan pakaianpun berdampak
pada kewibawaan seseorang.[6]
2. Mad’u dan kondisinya
Salah
satu unsur dakwah adalah Mad’u yakni manusia yang merupakan individu atau
bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu
keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
a. Manusia sebagai individu
“individu” berasal dari kata lain,
“individuum” artinya “yang tidak terbagi”. Individu merupakan sebutan yang
dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dalam
lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah
laku yang spesifik.
Secara
psikoloogis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek,antara
lain:
1).
Sifat-sifat kepribadian (personality traits) yaitu adanya sifat-sifat manusia
yang penakut,pemarah, suka
bergaul,pemarah,sombong, dan sebagainya.
2).Intelegensi
yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan,kemampuan belajar,
kecepatan berpikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat,
kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dan kemampuan
mengambil kesimpulan.
3) Pengetahuan
(knowledge)
4) Keterampilan
5) Nilai-nilai
(values)
6) Peranan
(roles)
b. Manusia
sebagai Anggota Masyarakat (Kelompok)
Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah
satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya
dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang lain. Masyarakat dalam perkembangannya
sangat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:
1). Pengaruh
budaya
Secara umum, kebudayaan meliputi segala
sesuatu yang dihasilkan dari cipta,rasa, dan karsa manusia yang bersifat
materiil (pakaian, rumah, mobil, dan sebagainya) maupun bersifat non materiil
seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan lain-lain.
Unsur penting kebudayaan berikutnya adalah kepercayaan atau keyakinaan yang
merupakan konsep manusia tentang segala sesuatu disekelilingnya. Jadi,
kepercayaan atau keyakinan itu menyangkut gagasan manusia tentang individu,
orang lain serta semua aspek yang berkaitan dengan biologis, fisik, sosial, dan
dunia supernatural.
Kebudayaan suatu masyarakat dipengaruhi
oleh beberapa actor antara lain:
a). Faktor
geografis
b). Faktor
keturunann
c). Pengaruh
dunia dari luar
2. Organisasi Sosial
Setiap
masyarakat memiliki hubungan sosial yang berfariasi yang terkristalisasi dalam
kelompok-kelompok sosial, baik kelompok sosial besar atau kecil, permanen atau
temporer, organisasi formal atau non formal. Relasi-relasi dalam organisasi
sosial atau kelompok sosial ini dipengaruhi oleh kepercayaan,norma, dan sikap
kelompok.
Organisasi-organisasi
sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia, sebagai contoh
sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan
kepercayaan. Dalam lingkup yang lebih besar, negara dapat dikatakan sebagai
organisasi sosial, dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai
bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.
Dalam
konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktifitas dakwah seorang da’i
dituntut memerhatikan budaya masyarakat serta organisasi-organisasi sosial yang
melingkupi sehingga tidak terjadi benturan antara dakwah dan kultur masyarakat
atau aturan-aturan negara atau pemerintah.[7]
·
Karakter
Mad’u Sepanjang Rentang Kehidupan
Para ahli psikkologi perkembangan
mengkategorikan rentang kehidupan manusia dalam beberapa periode atau masa,
yang masing-masing memiliki karakternya sendiri-sendiri. Dari karakter
biologis, psikis dan psikososial masing-masing itulah dakwah islam dapat
diterapakan sesuai dengan karakternya.
a. Karakter Mad’u Masa Prannatal
Pada dasarnya kehidupan manusia dimulai
sejak masih dalam kandungan ibunya, yaitu sejak ditiupkan ruh ke dalam janin.
Perkembangan janin pada usia lima bulan sampai dengan enam bulan, organ pisik
dan psikis sudah mulai berfungsi. Catatan hasil panel para pakar (dokter dan
psikolog) berkesimpulan bahwa :
ü Janin telah bisa mendengar secara jelas
pada usia 6 bulan dalam kandungan sehingga dapat menggerakkan tubuhnya sesuai
dengan irama dan nada suara ibunya,
ü Janin mampu belajar musik pada usia 4-5
bulan dengan memberikan reaksi terhadap bunyi dan melodi.
ü Janin sudah memiliki perasaan, kesadaran
dan daya ingat yang baik.
ü Janin yang diberi rangsangan suara
secara teratur (waktunya) dan Continue akan mampu memacu kecerdasan bayi
setelah lahir.
Berdasarkan pada
temuan para ahli tersebut maka karakter manusia masa prenatal sudah tampak
jelas. Secar biologis, organ pendengaran sudah berfungsi sehingga dapat
merespon irama dan nada suara ibunya serta bunyi-bunyian dan melodi. Aspek
emosi dan kognisi janin juga sudah mulai tumbuh. Bahkan Martin Gardiner (ahli
otak anak) menjelaskan bahwa ada hubungan antara perkembangan kepribadian,
fisik dan psikis seseorang dengan music yang diterima ketika masih dalam
kandungan terutama untuk meningkatkan IQ dan EQ. Bagian penting dari musik yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian itu adalah “beat,ritme dan harmoni” dari
irama, nada dan melodi musik itu sendiri.
b. Karakter Mad’u Masa Neonatal.
Teori preformasionisme memandang anak
yang baru lahir (neonatal) adalah makhluk manusia yang sudah terbentuk secara
utuh atau sebagai miniature orang dewasa. John Locke menyatakan
bahwa anak bukanlah baik atau buruk secara bawaan, tetapi anak sma sekali tidak
memiliki pembawaan apapun. Jiwa anak merupakan “tabularasa” , seperti
kertas kosong sehingga apapun pikiran yang muncul dari anaak hampir sepenuhnya
dari pembelajaran dan pengalaman mereka. Lingkunganlah yang membentuk jiwa anak
melalui proses asosiasi,imitasi,reward dan punishment.
Karakter mad’u masa neonatal ini yang
penting dicatat untuk kepentingan dakwah islam adalah bahwa anak sudah
mendengar, sudah memiliki perasaan, kesadaran dan daya ingat yang baik sebagai
perkembangan masa prenatal. Disinilah pintu masuk dakwah kepada manusia masa
neonatal dimulai dan da’inya adalah orang yang berada disekitarnya, termasuk
pengasuhnya.[8]
c. Karakter Mad’u Masa Bayi
Masa bayi
dimulai sejak periode neonate, selesainya pemotongan tali pusar sampai berumur
1 tahun. Periode ini merupakan awal individu manusia terpisah, mandiri dan
bukan parasite melainkan periode penyesuaian diri dengan lingkungan.
Karakter mad’u
ini yang paling menonjol adalah:
§ Penglihatan mulai berfungsi
§ Pendengaran sudah mampu menangkap
sesuatu yang dikenal
§ Suara yang menunjukkann ucapan tanpa
arti yang berubah menjadi ocehan dan berkembang menjadi bicara.
Manusia pada
masa ini, fungsi biologis yang paling dominan adalah pendengaran dan
penglihatan, sedangkan fungsi psikologis berupa kemampuan daya ingat dan
kesadaran (aspek kognitif) serta perasaan (aspek afeksi) berkembang sejalan
dengan perkembangan usia dan kesehatan fisik biologisnya. hubunganya dengan
proses dakwah maka pintu masuknya masih dominan lewat pendengaran dan
penglihatan.
d. Karakter Mad’u Masa Anak Usia 1-2 tahun
Ciri penting
masa anak-anak usia 1-2 tahun ini adalah:
ü Pola perilaku, skap dan ekspresi emosi
anak mulai terbentuk.
ü Pertumbuhan fisik, psikis dan
kemampuan intelektual anak sejajar dan
sesuai dengan usia
ü Anak mulai tumbuh kreativitas,
pengembangan bakat, minat dan penyesuaian diri dengan pola-pola orang lain.
Karakter mad’u
pada masa ini tidak berbeda dengan orang dewasa meskipun masih sangat terbatas.
Artinya kemampuan intelektual, sikap dan emosi anak sudah memungkinkan untuk
menerima stimuli ringan seperti pesan dakwah dalam bentuk egosentris dan
dongeng daan anak memberikan respon dalam bentuk perilaku
e. Karakter Mad’u Masa Anak Usia 3-5 Tahun
Pada masa anak usia ini konsep yang stabil
dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat, keyakinan terhadap
hal yang magis terbentuk, tetapi belum mampu berfikir secara operasional. Perangkat
tindakan terinternalisasi yang memungkinkan anak melakukan secara mental
Apa yang telah
dilakukan secara fisik sebelumnya
Sejalan dengan perkembangan pemikiran anak
usia 3- 5 tahun, minat pada agama mad’u ini dimulai dengan minat ingin tahu
tentang ibadah, kelahiran, kematian dan keingintahuan pada konsep kehidupan. Anak
terdorong untuk menanyakan sesuatu dan ingin memperoleh jawaban yang jelas
untuk membangun pengertisn. Konsep anak mngenai agama adalah realistic dalam
arti menafsirkan apa yang di dengar dan dilihat. Minat pada agama lebih
bersifat egosentris (Seperti. Doa) dan tahap dongeng
Supaya anak menjadi patuh, maka harus
dibentuk agar memiliki kedisiplinan yang konsisteen, suatu cara mengajarkan
perilaku moral yang diterima kelompok. Itulah cara dakwah terhadap mad’u usia
baliita yang da’inya bisa dari keluarga dan orang dekatnya maupun guru pra
sekolah atau pendidikan anak usia dini.[9]
f. Karakter Mad’u Akhir Masa Kanak-Kanak
Mad’u pada akhir masa kanak-kanak (usia
6-11)
Sering dilabeli
sebagai “usia yang menyulitkan” karena mad’u pada usia ini tidak mau lagi
menuruti perintah orang tua, tetapi lebih menurut dengan teman sebayanya. Biasanya
anak laki-laki lebih banyak membandel dibandingkan dengan anak wanita. Di sisi
lainanak usia ini dilabeli dengan “usia sekolah dasar” , periode kritis dalam
mendorong prestasi diri karena anak usia ini berusaha membentuk kebiasaan untuk
mencapai sukses atau sangat sukses. Anak juga sering dilabeli sebagai “usia
berkelompok” karena perhatian utama anak usia ini tertuju pada keinginan
berkelompok teman sebaya.ini ada Keinginan
berkelompok anak usia ini adalah dalam rangka penyesuaian diri dengan
lingkungan, terutama dengan teman sebaya sehingga anak usia ini sering disebut
“usia penyesuaian diri”
Karakter emosi
pada masa anak usia ini memiliki pola yang berbeda dengan pada awal masa
kanak-kanak (amarah,takut,cemburu,ingin tahu,iri hati. Gembira,sedih dan kasih
saying). Perbedaan itu ada dalam dua hal yaitu jenis situasi yang membangkitkn
emosi dan bentuk ungkapkan emosinya. Emosi yang tidak tersalurkan sering dicoba
meredakannya dengan sibuk bermain, tertawa terbhak-bahak atau menangis.
Menangis merupakan pelampiasan tenaga emosi yang tertahan tetapi mempunyai
akibat sampingan berupa sedih.[10]
Dalam hubungannya dengan sikap dan
perilaku moral, konsep anak mengenai keadilan , benar dan salah adalah
relative. Relativisme moral ini telah menggantikan moral yang kaku, seperti
berbohong itu tidak selalu buruk. Kohlbergl
menanamkan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak
sebgai tingkat moralitas atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional (Tahap pertama adalah moralitas
anaak baik dimana anak mengikuti aturan untuk mengambil hati orang lain dan
mempertahankan hubungan baik ). Kode moral anak sangat dipengaruhi oleh
kelompok diamana anak mengidentifikasikan diri. Ini berarti jika anak harus
memilih anak akan memilih standar gengnya selama ia bersama dengan geng sebagai sarana mempertahankan statusnya dalam
geng tersebut. Perkembangan kode moral akhir masa kanak-kanak berangsur
mendekati kode moral orang dewasa.
Peranan disiplin bagi perkembangan moral
anak menjadi sangat penting. Hal pokok dari disiplin yang efektif bagi
perkembangan moral anak adalah:
Ø Bantuan dalam membesarkan Kode Moral
Benar dan salah
diberikan alasan mengapa pola perilku tertentu diterima dan pola lain tidak
diterima sehingga menolong anak untuk memperluas konsep dan lebih abstrak.
Ø Ganjaran (reward)
Pujian atau
penghargaan mempunyai nilai pendidikan yang kuat dan baik, yang menunjukkan
bahwa perilakunya benar. Hal ini harus disesuaikan dengan usia dan tingkat
perkembangan anak.
Ø Hukuman (punishment)
Hukuman yang
diberikan kepada anak dalam rangka perkembangan moralnya harus disesuaikan dengan perkembangan dan bersifat adil
sehingga anak harus menyesuaikan diri dengan harapan sosial mendataang.
Ø Konsistensi
Disiplin yang
baik harus konsisten. Apa yang benar dan yang salah tidak harus mendapatkan
imbalan dan tidak terpengaruh oleh waktu
Suara hati merupakan polisi yang
diinternalisasikan, yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan
menghindari yang salah. Rasa bersalah dan rasa malu adalah suara hati yang
menggambarkan penilaian dari suara hati jika perilakunya bertentangan dengan
nilai moral tertentu yang wajib diikuti.
Meluasnya cakrawala sosial di sekolah
menyebabkan faktor baru mulai mempengaruhi perkembangan kepribadian sehingga
anak harus sering memperbaiki konsep dirinya. Perubahan tidak hanya pada konsep
diri saja, tetapi juga pada sifat-sifat orang lain yang dinilai dan dikagumi
sertiman a sifat-sifat pada diri sendiri.Diri yang ideal bagi anak adalah diri
yang diidolakan.
g. Karakter Mad’u Masa Remaja
Remaja atau adolescence berari tumbuh
menjadi dewasa yang ditandai dengan kemampuan reproduksi. Dalam arti yang luas,
remaja menurut Piaget adalah masa dimana individu mencapai kematangan
mental,emosional,sosial dan fisik
Dengan bertambahnya usia, berkembangnya
pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis yang mendekati kematangan,remaja
menjadi gelisah karena mereka mulai memusatkan perhatiannya pada perilaku orang
dewasa yang dicitrakan. Karakter yng perlu dicatat dalam hubungannya dengan
kepentingan dakwah sebagai proses pengendalian dan pengubahan perilaku adalah
perkembangan kognisi, emosi, dan perilakunya yang cenderung sedang mencari
identitas diri.
h. Karakter Mad’u Masa Dewasa Awal.
Kemampuan kognitif selama masa dewasa awal
lebih menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dalam khidupan. Namun orang
dewasa awal lebih maju penggunaan intelektualitasnya dari pada remaja. Fase
perkembangannya menurut K. Warner Schai adalah:
a.
Achieving
stage (fase mencapai prestasi), fase dimana orang dewasa awal melibatkan
penerapan intelektualitasnya pada situasi yang memiliki konsekwensi besar dalam
mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karier.
b.
The
Responsibility Stage (fase tanggung jawaab), fase dimana orang
dewasa awal membentuk keluarga dan perhatian diberikan pada
keperluan-keperluan pasangan dan keturunan.
c.
The
Executive Stage (fase eksekutif), fase dimana orang dewasa awal bertanggung
jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial dan individu membangun
pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dalam berbagai hubungan
yang kompleks
d.
The
Reintegrative Stage (fase reintegratif), fase dimana orang dewasa yang lebih
tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang
bermakna bagi mereka.
Siklus
kehidupan sosio emosional masa dewasa awaal pada umumnya baru sampai pada
siklus kedua atau ketiga, tergantung padaa
budaya yang mengitarinya. Ini karena masa dewasa awal era modern
memiliki delema pilihan antara pekerjaan dan karier yang berarti harus menunda
pernikahan, atau mendahulukan pernikahan dan mengasuh anak-anak, atau
mengkombinasikan antar karier, pernikahan dan melahirkan anak serta mengasuh
anak.
Problem ini
lebih berat pada wanita daripada pria dan jika kaum wanita lebih mementingkan
pekerjaan dan karier, kecenderungan perceraian menjadi meningkat.[11]
i). Karakter
Mad’u Masa Dewasa Madya 40-60
Pada masa dewasa madya, perkembangan
kognitif mengalami kemunduran daya piker walaupun ada strategi untuk mengurangi
kemunduran tersebut. Kemunduran yang besar terjadi dalam memori jangka panjang
(long term) daripada dalam memori jangka pendek (sort term). Proses seperti
organisasi dan pembayangan dapat digunakan untuk mengurangi kemunduran daya
ingat.[12]
Mad’u pada usia ini butuh menikmati waktu
luang. Paruh kehidupan ini waktu khusus adalah penting karena perubahan fisik
yang terjadi dank arena persiapan untuk suatu pengunduran diri dari suatu
aktivitas. Sebagai orang dewasa madya, seseorang tidak hanya harus belajar
bekerja dengan baik tetapi juga perlu belajar bagaimana bersenang-senang dan
menikmati waktu luang yang bermanfaat. Bersantai dan melibatkan diri dalam
aktivitas olahraga, sosial dan keagamaan di waktu luang akan menghilangkan
kebosanan hidup sehingga justru memperpanjang harapan hidup seseorang. Antara
psikolog
j). Karakter
Mad’u Masa usia lanjut
Lansia merupakan usia yang mendekati akhir
siklus kehidupan yang dimulai sejak usia 60 tahun sampai akhir hidup. Masa
lansia ini pengkategoriannya berbeda-beda antara psikolog yang satu dengan
lainnya. Baltes, Smith membagi lansia dalm tiga kategori yaitu: orang tua muda
atau (young old) yaitu lansia berusia 65-74 tahun, orang tua-tua yaitu lansia
yang berusia 75-84 tahun, dan orang tua yang sangat tua yaitu lansia yang
berusia 85 keatas . Rentang kehidupan manusia yang paling akhir dan panjang ini
ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Perubahan-peruubahan
tersebut dikategorikan dalam dua hal yaitu:
a. Perubahan yang bersifat fisik:
1. Kekuatan fisik dan motoric yang sangat
kurang, terkadang ada sebagian fungsi orgab tubuhnya tidak dapat dipertahankan
lagi.
2. Kesehatan sangat menurun sehingga sering
sakit-sakitan
b. Perubahan yang bersifat psikis:
1. Munculnya rasa kesepian, yang mungkin
disebabkan karena putra atau putrinya sudah besar dan berkeluarga, sehingga tidak tinggal serumah
lagi.
2. Berkurangnya kontak sosial dan
tugas-tugas sosial akibat kondisi fisik yang menurun.[13]
IV.
KESIMPULAN
Pada dasarnya Tuhan telah menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. baik dari aspek jasmani maupun
rohani. Manusia selain merupakan makhluk
biologis yang sama dengan makhluk hidup laainnya, adalah juga makhluk yang
mempunyai sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan makhluk dunia lainnya.
E.Cassirer menyatakan bahwa manusia itu adalah “Makhluk Simbolis” dan Plato
merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan bukan dalam kehidupan pribadinya,
tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya.
Sedangkan menurut faham filsafat
eksistensialisme : “Manusia adalah
eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini, Psikologi pada
dasarnya adalah ilmu yang menelaah perilaku manusia. Psikologi memandang
manusia dari empat aliran, diantaranya
1. Psikoanalis (Sigmund Freud 1856-1939)
2. Behaviourisme (Jhon Broade 1878-1958)
3. Psikologi Humanistik
4. Psikologi kognitif
Islam
memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki suatu keistimewaan dan
keunikan yang tak dimiliki makhluk lain. Sedangkan pandangan islam terhadap
psikologi sejauh ini ditemukan kesamaan, kesejalanan, saling melengkapi, atau
menyangkal diantara keduanya, dari berbagai aliran psikologi. Dalam berdakwah
harus ada Da’i dan Mad’u. Da’I merupakan salah satu faktor dalam kegiatan
dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau
tidaknya kegiatan dakwah. Sedangkan Mad’u adalah person atau kelompok
masyarakat yang menerima pesan dakwah.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
sampaikan tentang Karakteristik Manusia. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
.
[1] Hamdani Bakran Adz_Dzaky, KONSELING DAN PSIKOTERAPI ISLAM,Jogjakarta:
Fajar Pustaka,2004,hal 13
[2] Achmad Mubarak, psikologi Dakwah (membangun cara berpikir
dan merasa), Malang: Madani Press Wisma Kalimetro, 2014, hal. 44-52
[3] Achmad Mubarak, PsikologI Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006,
hal.42-49
[4] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta:Pustaka
Belajar, 2004,hal.202-203
[5] Ahmad Mubarak, Psikologi Dakwah (membangun cara berpikir dan
merasa), Malang:Madani Press Wisma Kalimetro,2014,hal.55-56
[6] Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta: 2006, Kencana,
hal.97-100
[7] Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta:2006, Kencana,hal.70-82
[8]Achmad Amrurllah, Dawwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta:
Prima Duta,2002, hal.67-69
[9] Arifin Samsul Bambang, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka
Setia,2008, hal.89-91
[10] Rakhmad Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaaja Karya,
1999, hal.56-57
[11] Achamd Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta,
Prima Duta, 2000, hal-34-36
[12] Bahri Muhammad Gazali, Dakwah Komunikasi,Jakarta, CV. Pedoman
Ilmu,1997,hal26-29
[13] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang:2002,hal37
Assalamu'alaikum wr.wb
BalasHapusMaaf akh.. Boleh minta tolong kirim filenya ke alamat email ana ini �� aj.s96elfath@gmail.com
Tks
mohon maaf kok cuma footnot nya aja, daftar pustakanya mana ya?
BalasHapus