Senin, 05 Desember 2016

MAKALAH PSIKOLOGI DAKWAH KARAKTERISTIK MANUSIA

                          I.            PENDAHULUAN
          Sigmund Freud memiliki pendapat tentang potensi pada diri manusia yang sangat berpengaruh terhadap karakternya, yaitu: id, ego, dan superego. Menurutnya, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psiko-seksual tertentu. pada enam tahun pertama dalam kehidupannya. Berdasarkan teorinya tersebut, Freud menyimpulkan bahwa moralitas merupakan sebuah proses penyesuaian antara id, ego, dan superego. Titik lemah terbesar Freud dan para penganutnya bukan pada kesalahan teorinya, tetapi adalah over generalisasi dari teori tersebut, sehingga dalam kacamata Freud, manusia dapat dikatakan tidak berbeda dengan binatang, bahkan lebih menderita karena tidak sebebas binatang dalam melampiaskan nafsunya. Menurut teori Freud. Manusia dengan binatang itu sama  yang membedakan adalah akal pikiran, kalau manusia cenderung bisa mengontrol emosinya, sedangkan hewan atau binatang lebih bebas tanpa malu-malu mengumbar hawa nafsunya, namun dalam  era sekarang ini faktanya manusiaa dengan binatang tidak ada bedanya terutama dalam dorongan biologis. Di zaman sekarang manusia menuruti atau melakukan dorongan biologisnya seperti melakukan hubungan seks, dimana saja, kapan saja, tanpa adanya rasa malu, disitulah letak kesenjangan antara teori Sigmund freud dan realitas kehidupan sekarang. Untuk mengatasinya adalah dimulai dari diri sendiri terutama kita sebagai generasi muda penerus bangsa hendaknya dengan kita memperbaiki moral, akhlaq, masing-masing individu, Harapannya untuk generasi penerus bangsa terus memperbaiki diri agar memiliki karakter kepribadian yang baik.
Dengan demikian, dalam karakter penciptaan manusia terdapat kecenderungan untuk berbuat baik dan jahat; kecenderungan untuk menuruti hawa nafsu fisiknya dan tenggelam dalam menikmati kesenangan; dan kecenderungan untuk mencapai puncak keutamaan, ketakwaan, cita-cita luhur kemanusiaan, dan amal baik, serta ketenangan jiwa dan kebahagiaan spiritual yang diwujudkannya. Dalam pandangan Usman Najati, bahwa pola pembentukan kepribadian manusia tidak terlepas dari kedua potensi tersebut dan akan berkembang sesuai dengan proses kehidupannya. Namun, terdapat potensi fitrah yang sangat berperan, selain konsep sosial dalam proses pembentukan karakter seseorang.

                       II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Konsep Psikologi tentang Manusia ?
B.     Bagaimana Presfektif Al-Qur’an tentang Psikologi Maanusia ?
C.     Bagaimana Karakteristik Psikologi Da’I dan Md’u ?

                    III.            PEMBAHASAN
A.    Psikologi Tentang Manusia
1.      Pengertian Manusia
          Pada dasarnya Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. baik dari aspek jasmani maupun rohani. Dari kesempurnaannya itulah maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik. Asal manusia secara esensial berasal dari Tuhan, bersifat Nur (cahaya). Ruh (hidup) dan ghaib (tidak tampak oleh kasat mata). Sedangkan usul manusia berasal dari air dan tanah. Dengan kata lain jika seorang manusia ditinjau dari asalnya, maka ia bersifat ruhaniah. Sedangkan secara usulnya berarti ia bersifat jasmaniyah.[1]
2.      Konsep Manusia Menurut Psikologi
a.       Pandangan Psikoanalis
            Sigmund Freud pendiri psikoanalis adalah orang pertama yang berusaha merumuskan psikologi manusia. Sigmund Freud merumuskan tiga sistem utama kepribadian manusia, yaitu Id (das es), ego (das ich), dan super ego (ueber ich). Id (das es) merupakan wadah  yang berisi dorongan-dorongan bawaanyang bersifat primitive dan dorongan-dorongan biologis manusia (insting), id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan kepuasan, dan id merupakan lapisan psikis yang paling besar. Id bersifst egoistis, tidak bermoral, tidak mau tahu keadaan dan merupakan pusat insting (hawa nafsu) menurut bahasa agama.
   Menurut Freud, ada 2 insting yang dominan pada subsistem Id ini, yaitu Libido atau Eros dan Thanatos. Libido (eros) atau naluri kehidupan adalah insting reproduktif yang menerangkan energy dasar, yaitu untuk kegiatan manusia yang konstruktif. Seperti, seks dan hal-hal lain yang mendatangkan kenikmatan, termasuk kasih saying dari seorang Ibu, maupun pemujaan kepada Tuhan  Yang  Maha Esa dan cinta diri. Libidio juga merupakan insting kehidupan (eros). Thanatos merupakan insting destruktif dan agresif.[2]
    Subsistem yang kedua adalahh Ego  yang berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator  antara hasrat-hasrat hewani dengan  tuntutan rasional dan realistik. Ego bergerak berdasarkan prinsip realitas. Ego memiliki unsur kesadaran, mampu menghayati secara lahiiyah maupun bathiniyah. Ego menampilkan akal budi dan pikiran, selalu siap menyesuaikan diri, dan mengendalikan dorongan-dorongan. Kemudian subsistem yang terakhir adaalah super ego, merupakan dzat yang lebih tinggi yang ada pada diri manusia yang memberikan garis-garis pengarahan etis dan norma norma yang harus dianut. Salah satu fungsi terpenting dari super ego adalah sebagai hati nurani yang mengontrol dan mengkritik perbuatan (sebagai pengawas diri).
   Jadi, dari pandangan teori psikoanalais ini mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu sebenarnya merupakan interaksi dari ketiga subsistem itu, yaitu komponen biologis ( hawa nafsu, id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial ( superego), maka bisa dikatakan bahwa antara subsistem tersebut tingkah laku manusia terjadi karena unsur hewani, akali, dan nilai atau norma.
b.      Pandangan Psikologi Behaviourisme
          Berbeda dengan pandangan psikoanalis, menurut pandangan psikologi Behaviourisme memandang bahwa manusia dipengaruhi oleh insting dan dorongan nafsu rendah. Aliran ini tidak mengakui konsepsi ketidaksadaran  dan kesadaran yang menjadi inti dari psikoanalis, namun lebih memandang aspek stimuli, dan lingkunganlah yang bisa membentuk perilaku manusia. Teori behaviourisme dikenal dengan nama “teori belajar”, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali insting adalah hasil belajar. Belajar dalam arti perubahan perilaku organisme sebagaai pengaruh lingkungan. Seperti, orang jawa yang tinggal di pesisir pantai akan dominan berbicara dengan suara keras, karena lingkungan telah menuntut untuk keras, yakni bersaing dengan suara gelombang laut (ombak), sedangkan orang jawa yang tinggal diperkampungan yang lenggang, maka akan dominan berbicara dengan pelan-pelan, bisik-bisik, karena lingkungan tidak menuntut bersuara keras dengan bisik-bisik pun sudah terdengar.
c.         Pandangan Psikologi Kognitif.
   Jika behaviourisme memandang manusia sebagai makhluk yang bersikap pasif terhadap lingkungan,  maka psikologi kognitif menempatkan manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya dengan cara berpikir. Psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indera diproses dalam jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Pada teori ini manusia berusaha untuk bisa memahami lingkungan yang sedang dihadapinya dan meresponnya dengan pemikiran yang dimilikinya.
    Dalam pandangan psikologi ini manusia layaknya sebuah komputer, dimana ia menangkap informasi, mengolah, menyimpan, atau mengeluarkannya dalam bentuk perilaku. Konsepsi manusia sebagai pengolah informasi (the person as information processor) adalah perilaku manusia yang dipandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang rasional yang mengarah pada penyediaan, penyimpanan, dan pemanggilan informasi yang digunakan untuk memecahkan persoalan. Dalam konsep ini manusia menurut teori kognitif disebut sebagai (homo sapiens) yakni manusia yang berfikir.
         Sehingga dari teori ini, dapat disimpulkan bahwa manusia tidak secara otomatis dapat memberikan respon kepada stimuli. Akan tetapi, dalam mereaksi stimuli, manusia berpikir dan berusaha untuk menemukan jati dirinya. Maka, teori kognitif lebih menempatkan kembali manusia sebagai makhluk yang berjiwa, bukan hanya bisa berpikir, tetapi juga berusaaha menemukan identitas dirinya.
d.       Pandangan Psikologi Humanistik
    Dalam pandangan psikologi humanistik, behaviourisme, dan psikoanalisis terlalu negative dan deterministik dalam memandang manusia. Pendekatan humanistic menekankan pada pemikiran, imajinasi kreatif, dan bukan semata pengaruh keadaan. Dengan demikian pendekatan humanistic berasumsi bahwa manusia tidak bisa dipahami melalui kondisi-kondisi stimulus saja, namun psikologi internal juga mempunyai pengaruh pada pemikiran, perasaan dan tindakannya.[3]
Setiap manusia yang hidup didunia ini mempunya karakteristik tersendiri, dan kehidupannya berpusat pada kehidupannya itu.
                     Perilaku manusia menurut teori ini terjadi karena berpusat pada konsep diri, yaitu pandagan maupun persepsi orang terhadap dirinya yang bisa berubah-ubah dan fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain. Jadi, manusia dalam keadaan normal cenderung berperilaku rasional dan membangun (konstruktif) dan juga lebih cenderung memilih jalan (pekerjaan, karier atas jalan hidup) yang mendukung pengembangan dan aktualisasi diri.
B.      Prespektif Al-qur’an Tentang Psikologi
     Sebagaimana telah dikemukakan secara singkat, empat aliran psikologi diatas, masing-masing aliran memandang manusia dari sudut yang berbeda dan mengungkapkan aspek tertentu yang dipandang paling penting dalam manusia. Hal ini bisa kita lihat sebagai sebuah temuan psikologi secular yang jelas tidak merujuk pada sumber ajaran islam (al-qur’an dan al-hadits) untuk memberikan pandangan mengenai sejauh mana temuan itu memiliki kesamaan, perbedaan, atau bahkan saling melengkapi atau saling menyangkal diantara keduannya.
    Psikoanalisa Sigmund Frued yang mencoba menyelami dunia dalam (iner world) manusia, menemukan suatu dimensi kejiwaan berupa alam bawah sadar (unconscious). Alam tak sadar berisi dorongan-dorongan dan insting-insting primitive dan berbagai pengalaman memaksa seseorang untuk mengolah sistem kejiwaannya secara dahsyat, dinamis, liar, kejam, dan terus menerus dalam keadaan konflik kejiwaan. Dengan ini dapat dimengerti bahwa hakikat dan citra manusia dalam pandangan psikoanalisa adalah buruk, iar, kejam, nonetis, dan cenderung hedonustik, sebab dorongan paling dominan dialam bawah sadar adalah dorongan-dorongan agresif dan nafsu seks.
    Kekeliruan terbesar freud dalam kacamata al-qu’an adalah keykainan bahwa id manusia hanya berisi dan dikusai nafsu rendah. Al-qur’an dengan tegas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang pada dasarnya memiliki kualitas yang suci, bersih, dan indah. Atau dengan kata lain, manusia pada pandangan al-qur’an adalah suci dan beriman, adapun kecendurungan jahat adalah akibat dari keluarnya manusia dari kefitrahannya sebagai makhluk yang suci dan beriman.
     Secara psikis, manusia juga memiliki aspek-aspek dan dimensi-dimensi psikis yang membentuk suatu struktur atau komposisi totalitas manusia. Seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa dalam al-qur’an secara jelas diumgkapkan bahwa totalitas diri manusia memiliki tiga aspek dan lima dimensi. Ketiga aspek tersebut adalah aspek jismiyah, aspek nafsiyah dan ruhaniyah. Kelima dimensi psikis manusia tersebut mencakup al-nafsu, al-aqd, al-qalb, ar-ruh, dan al-fitrah.[4]
Secara etimologi istilah manusia didalam al-qur’an ada empat kata yang dipergunkan, yakni:
a.       Ins, insani, insan, dan unas
     Kesempurnaan manusia itu dapat dilihat pada asal kata “ins” yang seorang manusia, sedangkan “insani” yaitu dua orang manusia. Dari kata “insan” itu tersirat makna bahwa manusia mempunyai dua unsur kemanusiaan yaitu, aspek lahiriyah dan asoek batiniyah. Sedangkan kata-kata ins dan unas berarti bahwa manusia adalah fitrah yang terpancar dari alam ruhaniyah yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah lembut, dan sopan santun serta taat kepada Allah Swt.berarti
b.      Basyar
             Kata “basyar” berasal dari makna kulit luar yang dapat dilihat dengan kasat     mata bersifat indah dan menimbulkan rasa bagi siapa saja yang melihatnya.
c.       Bani Adam
Kata bani adam berarti anak adam atau putra adam.
d.      Dzurriyat Adam
Kata dzurriyat adam berarti bahwa manusia berasal dari keturunan para Nabi.

               Jadi, manusia menurut al-qur’an adalah besar pada satu dimensi, tetapi juga kecil menurut dimensi yang lain. Kemungkinan karena dua dimensi yang bertentangan inilah maka manusia dalam merespon suatu masalah terkadang berjiwa besar, sportif, siap memberi dan pemberani, namun dilain kesempatan yang berjiwa kecil, maka jadi penakut, curang, malu, putus asa, dan lari dari tanggung jawab.

Manusia memang unik, namun ia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu baik positif maupun negative. Dalam preseptif al-qur’an menilai bahwa kecenderungan itulah kemanusiaan manusia. [5]
·         Perilaku Mad’u Dalam Perspektif Al-Qur’an
       Al Qur’an sebagai sumber ajaran agama islam ternyata telah meletakkan konsepsi psikologis manusia yang sangat universal dimana dimensi kerohanian merupakan dimensi yang paling mendasar bagi keberadaan manusia . Tanpa dimensi ruhaniah, manusia tidak akan bisa berbuat apa-apa, hanya seongkok daging dan tulang yang tidak mampu menggerakkan organ tubuhnya sendiri. Dimensi ruhaniah merupakan dimensi yang dijelaskan secara tersendiri dalam Al-Qur’an, yang secara garis besar elemen-elemennnya terdiri dari:
1.      An Nafs (Potensi Jiwa)
2.      Al Aql (Potensi Intelektual)
3.      Al-Qalb (Potensi Ruhaniah)


C.. Karakteristik Psikologi  Da’I dan Mad’u
1. Da’I dan kepribadiannya
         Juru dakwah (da’i) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Untuk membuat suatu proses dakwah sesuai dengan yang diharapkan, seorang da’I harus memiliki kriteria-kriteria kepribadian yang dipandang positif oleh ajaran islam dan masyarakat. Sehingga dalam diri seseorang da’I harus memiliki kepribadian rohaniyah, diantarannya:
a.       Sifat-sifat da’i
1.      Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
     Sifat ini merupakan dasar utama pada akhlak Da’i, karena seorang da’I tidak mungkin menyeru  mad’unya ( sasaran dakwah) beriman kepada Allah SWT. Kalau tidak ada hubungan antara  da’i dan Allah SWT
2.      Ahli Tobat.
     Sifat tobat dalam diri da’i, berarti ia harus mampu untuk lebih menjaga atau takut untuk berbuat maksiat atau dosa dibandingkan orang – orang yang menjadi mad’unya.
3.      Ahli Ibadah
    Seorang da’i adalah mereka yang selalu beribadah kepada Allah dalam segala gerakan, perbuatan  atau perkataan dimanapun dan kapanpun.
4.      Amanah dan Sidiq
    Amanah berarti terpercaya dan sidiq berarti jujur adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang da’ I sebelum sifat – sifat yang lain, karena apabila seorang da’I  memiliki sifat amanah dan sidiq maka mad’u akan cepat percaya dan menerima ajakan dakwahnya.
5.      Pandai Bersyukur
    Syukur mempunyai dua dimensi, yaitu syukur kepada Allah SWT dan sesama manusia. Seorang dai yang baik adalah dai yang mampu menghargai nimat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.
6.      Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
     Niat yang tulus adalah salah satu syarat yang harus dimiliki seorang dai, sebab dakwah adalah satu perkataan yang berhubungan dengan Allah, yang memerlukan keikhlasan lahir batin.
7.      Ramah dan penuh pengertian
     Dakwah adalah pekerjaan yang bersifat propaganda pada orang lain. Propaganda dapat diterima, apabila orang yang memproganda berlaku ramah, sopan, ringan tangan untuk melayani sasarannya (objeknya). Begitu pula dalam dakwah dai harus memiliki kepribadian yang menarik seperti ramah, sopan, agar dapat menunjang keberhasilan dakwah.
8.      Tawadhu’
     Sifat tawadhu’ bukanlah rendah diri tetapi rendah hati, maksudnya sopan dalam pergaulan, tidak sombong dan tidak mencela orang lain.
9.      Sederhana dan jujur
     Kesederhanaan adalah pangkal keberhasilan dakwah. Dalam kehidupan sehari – hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhan, sederhana  disini berarti dai adalah tidak bermegah – megahan, angkuh dan sebagainya. Sedangkan jujur adalah penguat dari sifat sederhana.
10.   Tidak memiliki sifat egois
    Sifat ini benar – benar harus dijauhi oleh seorang dai, bagaimana mungkin seorang dai dapat bergaul dan mempengaruhi orang lain jika ia sendiri tidak perduli dengan orang lain.


11.  Sabar dan tawakal
    Apabila dalam menunaikan tugas dakwah, dai mengalami hambatan dan cobaan hendaklah dai tersebut bersabar, karena semua itu butuh perjuangan untuk menyebarkan ajaran Allah SWT.



b.      Sikap seorang da’i
1.      Berakhlak mulia
      Hamka mengatakan bahwa alat dakwah yang paling utama adalah akhlak dan budi pekerti.
2.      Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani
      Ing ngarso sung tulodho berarti seorang Da’i. Seseorang Da’i harus dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Ing madyo mangun karso berarti bila seseorang Da’i berasa ditengah-tengah massa hendaklah dapat memberikan semangat agar mereka senantiasa mengikuti semua ajakan Da’i. Tut wuri handayani berarti bila seorang Da’i hendaknya mengikuti Mad’u dengan bimbingan-bimbingan agar lebih meningkatkan keimanannya.
3.      Wara dan  berwibawa
      Sikap wara’ berarti menunjukan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal shaleh, sikap ini dapat menimbulkan kewajiban seorang Da’i.
                        Sedangkan kepribadian yang bersifat jasmani, diantarannya:
a). Sehat Jasmani
      Dakwah memerlukan akal yang sehat sedang akal yang sehat terdapat pada badan  yang sehat.
b). Berpakaian sopan dan rapi
      Pakaian yang sopan, praktis dan pantas mendoron rasa simpati seseorang pada orang lain bahkan pakaianpun berdampak pada kewibawaan seseorang.[6]
2.      Mad’u dan kondisinya
     Salah satu unsur dakwah adalah Mad’u yakni manusia yang merupakan individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.
a.       Manusia sebagai individu
   “individu” berasal dari kata lain, “individuum” artinya “yang tidak terbagi”. Individu merupakan sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas dalam lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku yang spesifik.
Secara psikoloogis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek,antara lain:
1). Sifat-sifat kepribadian (personality traits) yaitu adanya sifat-sifat manusia yang     penakut,pemarah, suka bergaul,pemarah,sombong, dan sebagainya.
2).Intelegensi yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan,kemampuan belajar, kecepatan berpikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat, kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dan kemampuan mengambil kesimpulan.
3) Pengetahuan (knowledge)
4) Keterampilan
5) Nilai-nilai (values)
6) Peranan (roles)
b. Manusia sebagai Anggota Masyarakat (Kelompok)
          Masyarakat sebagai  objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang lain. Masyarakat dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:
1). Pengaruh budaya
       Secara umum, kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari cipta,rasa, dan karsa manusia yang bersifat materiil (pakaian, rumah, mobil, dan sebagainya) maupun bersifat non materiil seperti norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan lain-lain. Unsur penting kebudayaan berikutnya adalah kepercayaan atau keyakinaan yang merupakan konsep manusia tentang segala sesuatu disekelilingnya. Jadi, kepercayaan atau keyakinan itu menyangkut gagasan manusia tentang individu, orang lain serta semua aspek yang berkaitan dengan biologis, fisik, sosial, dan dunia supernatural.
      Kebudayaan suatu masyarakat dipengaruhi oleh beberapa actor antara lain:
a). Faktor geografis
b). Faktor keturunann
c). Pengaruh dunia dari luar
2. Organisasi Sosial
Setiap masyarakat memiliki hubungan sosial yang berfariasi yang terkristalisasi dalam kelompok-kelompok sosial, baik kelompok sosial besar atau kecil, permanen atau temporer, organisasi formal atau non formal. Relasi-relasi dalam organisasi sosial atau kelompok sosial ini dipengaruhi oleh kepercayaan,norma, dan sikap kelompok.
Organisasi-organisasi sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia, sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai, kebiasaan dan kepercayaan. Dalam lingkup yang lebih besar, negara dapat dikatakan sebagai organisasi sosial, dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.
Dalam konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktifitas dakwah seorang da’i dituntut memerhatikan budaya masyarakat serta organisasi-organisasi sosial yang melingkupi sehingga tidak terjadi benturan antara dakwah dan kultur masyarakat atau aturan-aturan negara atau pemerintah.[7]
·         Karakter Mad’u Sepanjang Rentang Kehidupan
      Para ahli psikkologi perkembangan mengkategorikan rentang kehidupan manusia dalam beberapa periode atau masa, yang masing-masing memiliki karakternya sendiri-sendiri. Dari karakter biologis, psikis dan psikososial masing-masing itulah dakwah islam dapat diterapakan sesuai dengan karakternya.
a.       Karakter Mad’u Masa Prannatal
      Pada dasarnya kehidupan manusia dimulai sejak masih dalam kandungan ibunya, yaitu sejak ditiupkan ruh ke dalam janin. Perkembangan janin pada usia lima bulan sampai dengan enam bulan, organ pisik dan psikis sudah mulai berfungsi. Catatan hasil panel para pakar (dokter dan psikolog) berkesimpulan bahwa :
ü  Janin telah bisa mendengar secara jelas pada usia 6 bulan dalam kandungan sehingga dapat menggerakkan tubuhnya sesuai dengan irama dan nada suara ibunya,
ü  Janin mampu belajar musik pada usia 4-5 bulan dengan memberikan reaksi terhadap bunyi dan melodi.
ü  Janin sudah memiliki perasaan, kesadaran dan daya ingat yang baik.
ü  Janin yang diberi rangsangan suara secara teratur (waktunya) dan Continue akan mampu memacu kecerdasan bayi setelah lahir.

Berdasarkan pada temuan para ahli tersebut maka karakter manusia masa prenatal sudah tampak jelas. Secar biologis, organ pendengaran sudah berfungsi sehingga dapat merespon irama dan nada suara ibunya serta bunyi-bunyian dan melodi. Aspek emosi dan kognisi janin juga sudah mulai tumbuh. Bahkan Martin Gardiner (ahli otak anak) menjelaskan bahwa ada hubungan antara perkembangan kepribadian, fisik dan psikis seseorang dengan music yang diterima ketika masih dalam kandungan terutama untuk meningkatkan IQ dan EQ. Bagian penting dari musik yang mempengaruhi perkembangan kepribadian itu adalah “beat,ritme dan harmoni” dari irama, nada dan melodi musik itu sendiri.
b.      Karakter Mad’u Masa Neonatal.
      Teori preformasionisme memandang anak yang baru lahir (neonatal) adalah makhluk manusia yang sudah terbentuk secara utuh atau sebagai miniature orang dewasa. John Locke menyatakan bahwa anak bukanlah baik atau buruk secara bawaan, tetapi anak sma sekali tidak memiliki pembawaan apapun. Jiwa anak merupakan “tabularasa” , seperti kertas kosong sehingga apapun pikiran yang muncul dari anaak hampir sepenuhnya dari pembelajaran dan pengalaman mereka. Lingkunganlah yang membentuk jiwa anak melalui proses asosiasi,imitasi,reward dan punishment.
     Karakter mad’u masa neonatal ini yang penting dicatat untuk kepentingan dakwah islam adalah bahwa anak sudah mendengar, sudah memiliki perasaan, kesadaran dan daya ingat yang baik sebagai perkembangan masa prenatal. Disinilah pintu masuk dakwah kepada manusia masa neonatal dimulai dan da’inya adalah orang yang berada disekitarnya, termasuk pengasuhnya.[8]

c.       Karakter Mad’u Masa Bayi
Masa bayi dimulai sejak periode neonate, selesainya pemotongan tali pusar sampai berumur 1 tahun. Periode ini merupakan awal individu manusia terpisah, mandiri dan bukan parasite melainkan periode penyesuaian diri dengan lingkungan.
Karakter mad’u ini yang paling menonjol adalah:
§  Penglihatan mulai berfungsi
§  Pendengaran sudah mampu menangkap sesuatu yang dikenal
§  Suara yang menunjukkann ucapan tanpa arti yang berubah menjadi ocehan dan berkembang menjadi bicara.
Manusia pada masa ini, fungsi biologis yang paling dominan adalah pendengaran dan penglihatan, sedangkan fungsi psikologis berupa kemampuan daya ingat dan kesadaran (aspek kognitif) serta perasaan (aspek afeksi) berkembang sejalan dengan perkembangan usia dan kesehatan fisik biologisnya. hubunganya dengan proses dakwah maka pintu masuknya masih dominan lewat pendengaran dan penglihatan.
d.      Karakter Mad’u Masa Anak Usia 1-2 tahun
Ciri penting masa anak-anak usia 1-2 tahun ini adalah:
ü  Pola perilaku, skap dan ekspresi emosi anak mulai terbentuk.
ü  Pertumbuhan fisik, psikis dan kemampuan  intelektual anak sejajar dan sesuai dengan usia
ü  Anak mulai tumbuh kreativitas, pengembangan bakat, minat dan penyesuaian diri dengan pola-pola orang lain.

Karakter mad’u pada masa ini tidak berbeda dengan orang dewasa meskipun masih sangat terbatas. Artinya kemampuan intelektual, sikap dan emosi anak sudah memungkinkan untuk menerima stimuli ringan seperti pesan dakwah dalam bentuk egosentris dan dongeng daan anak memberikan respon dalam bentuk perilaku

e.       Karakter Mad’u Masa Anak Usia 3-5 Tahun
     Pada masa anak usia ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat, keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk, tetapi belum mampu berfikir secara operasional. Perangkat tindakan terinternalisasi yang memungkinkan anak melakukan secara mental
Apa yang telah dilakukan secara fisik sebelumnya
     Sejalan dengan perkembangan pemikiran anak usia 3- 5 tahun, minat pada agama mad’u ini dimulai dengan minat ingin tahu tentang ibadah, kelahiran, kematian dan keingintahuan pada konsep kehidupan. Anak terdorong untuk menanyakan sesuatu dan ingin memperoleh jawaban yang jelas untuk membangun pengertisn. Konsep anak mngenai agama adalah realistic dalam arti menafsirkan apa yang di dengar dan dilihat. Minat pada agama lebih bersifat egosentris (Seperti. Doa) dan tahap dongeng
     Supaya anak menjadi patuh, maka harus dibentuk agar memiliki kedisiplinan yang konsisteen, suatu cara mengajarkan perilaku moral yang diterima kelompok. Itulah cara dakwah terhadap mad’u usia baliita yang da’inya bisa dari keluarga dan orang dekatnya maupun guru pra sekolah atau pendidikan anak usia dini.[9]
f.       Karakter Mad’u Akhir Masa Kanak-Kanak
     Mad’u pada akhir masa kanak-kanak (usia 6-11)
Sering dilabeli sebagai “usia yang menyulitkan” karena mad’u pada usia ini tidak mau lagi menuruti perintah orang tua, tetapi lebih menurut dengan teman sebayanya. Biasanya anak laki-laki lebih banyak membandel dibandingkan dengan anak wanita. Di sisi lainanak usia ini dilabeli dengan “usia sekolah dasar” , periode kritis dalam mendorong prestasi diri karena anak usia ini berusaha membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses atau sangat sukses. Anak juga sering dilabeli sebagai “usia berkelompok” karena perhatian utama anak usia ini tertuju pada keinginan berkelompok  teman sebaya.ini ada Keinginan berkelompok anak usia ini adalah dalam rangka penyesuaian diri dengan lingkungan, terutama dengan teman sebaya sehingga anak usia ini sering disebut “usia penyesuaian diri”
Karakter emosi pada masa anak usia ini memiliki pola yang berbeda dengan pada awal masa kanak-kanak (amarah,takut,cemburu,ingin tahu,iri hati. Gembira,sedih dan kasih saying). Perbedaan itu ada dalam dua hal yaitu jenis situasi yang membangkitkn emosi dan bentuk ungkapkan emosinya. Emosi yang tidak tersalurkan sering dicoba meredakannya dengan sibuk bermain, tertawa terbhak-bahak atau menangis. Menangis merupakan pelampiasan tenaga emosi yang tertahan tetapi mempunyai akibat sampingan berupa sedih.[10]
      Dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku moral, konsep anak mengenai keadilan , benar dan salah adalah relative. Relativisme moral ini telah menggantikan moral yang kaku, seperti berbohong itu tidak selalu buruk. Kohlbergl  menanamkan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebgai tingkat moralitas atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian  konvensional (Tahap pertama adalah moralitas anaak baik dimana anak mengikuti aturan untuk mengambil hati orang lain dan mempertahankan hubungan baik ). Kode moral anak sangat dipengaruhi oleh kelompok diamana anak mengidentifikasikan diri. Ini berarti jika anak harus memilih anak akan memilih standar gengnya selama ia bersama dengan geng  sebagai sarana mempertahankan statusnya dalam geng tersebut. Perkembangan kode moral akhir masa kanak-kanak berangsur mendekati kode moral orang dewasa.
      Peranan disiplin bagi perkembangan moral anak menjadi sangat penting. Hal pokok dari disiplin yang efektif bagi perkembangan moral anak adalah:
Ø  Bantuan dalam membesarkan Kode Moral
Benar dan salah diberikan alasan mengapa pola perilku tertentu diterima dan pola lain tidak diterima sehingga menolong anak untuk memperluas konsep dan lebih abstrak.
Ø  Ganjaran (reward)
Pujian atau penghargaan mempunyai nilai pendidikan yang kuat dan baik, yang menunjukkan bahwa perilakunya benar. Hal ini harus disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan anak.
Ø  Hukuman (punishment)
Hukuman yang diberikan kepada anak dalam rangka perkembangan moralnya harus disesuaikan  dengan perkembangan dan bersifat adil sehingga anak harus menyesuaikan diri dengan harapan sosial mendataang.
Ø  Konsistensi
Disiplin yang baik harus konsisten. Apa yang benar dan yang salah tidak harus mendapatkan imbalan dan tidak terpengaruh oleh waktu
    Suara hati merupakan polisi yang diinternalisasikan, yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah. Rasa bersalah dan rasa malu adalah suara hati yang menggambarkan penilaian dari suara hati jika perilakunya bertentangan dengan nilai moral tertentu yang wajib  diikuti.
     Meluasnya cakrawala sosial di sekolah menyebabkan faktor baru mulai mempengaruhi perkembangan kepribadian sehingga anak harus sering memperbaiki konsep dirinya. Perubahan tidak hanya pada konsep diri saja, tetapi juga pada sifat-sifat orang lain yang dinilai dan dikagumi sertiman a sifat-sifat pada diri sendiri.Diri yang ideal bagi anak adalah diri yang diidolakan.
g.      Karakter Mad’u Masa Remaja
   Remaja atau adolescence berari tumbuh menjadi dewasa yang ditandai dengan kemampuan reproduksi. Dalam arti yang luas, remaja menurut Piaget adalah masa dimana individu mencapai kematangan mental,emosional,sosial dan fisik
   Dengan bertambahnya usia, berkembangnya pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis yang mendekati kematangan,remaja menjadi gelisah karena mereka mulai memusatkan perhatiannya pada perilaku orang dewasa yang dicitrakan. Karakter yng perlu dicatat dalam hubungannya dengan kepentingan dakwah sebagai proses pengendalian dan pengubahan perilaku adalah perkembangan kognisi, emosi, dan perilakunya yang cenderung sedang mencari identitas diri.
h.      Karakter Mad’u Masa Dewasa Awal.
     Kemampuan kognitif selama masa dewasa awal lebih menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dalam khidupan. Namun orang dewasa awal lebih maju penggunaan intelektualitasnya dari pada remaja. Fase perkembangannya menurut K. Warner Schai adalah:
a.                    Achieving stage (fase mencapai prestasi), fase dimana orang dewasa awal melibatkan penerapan intelektualitasnya pada situasi yang memiliki konsekwensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karier.
b.                   The Responsibility Stage (fase tanggung jawaab), fase dimana  orang  dewasa awal membentuk keluarga dan perhatian diberikan pada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan.
c.                    The Executive Stage (fase eksekutif), fase dimana orang dewasa awal bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial dan individu membangun pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dalam berbagai hubungan yang kompleks
d.                   The Reintegrative Stage (fase reintegratif), fase dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna bagi mereka.
Siklus kehidupan sosio emosional masa dewasa awaal pada umumnya baru sampai pada siklus kedua atau ketiga, tergantung padaa  budaya yang mengitarinya. Ini karena masa dewasa awal era modern memiliki delema pilihan antara pekerjaan dan karier yang berarti harus menunda pernikahan, atau mendahulukan pernikahan dan mengasuh anak-anak, atau mengkombinasikan antar karier, pernikahan dan melahirkan anak serta mengasuh anak.
Problem ini lebih berat pada wanita daripada pria dan jika kaum wanita lebih mementingkan pekerjaan dan karier, kecenderungan perceraian menjadi meningkat.[11]
i). Karakter Mad’u Masa Dewasa Madya 40-60
         Pada masa dewasa madya, perkembangan kognitif mengalami kemunduran daya piker walaupun ada strategi untuk mengurangi kemunduran tersebut. Kemunduran yang besar terjadi dalam memori jangka panjang (long term) daripada dalam memori jangka pendek (sort term). Proses seperti organisasi dan pembayangan dapat digunakan untuk mengurangi kemunduran daya ingat.[12]
      Mad’u pada usia ini butuh menikmati waktu luang. Paruh kehidupan ini waktu khusus adalah penting karena perubahan fisik yang terjadi dank arena persiapan untuk suatu pengunduran diri dari suatu aktivitas. Sebagai orang dewasa madya, seseorang tidak hanya harus belajar bekerja dengan baik tetapi juga perlu belajar bagaimana bersenang-senang dan menikmati waktu luang yang bermanfaat. Bersantai dan melibatkan diri dalam aktivitas olahraga, sosial dan keagamaan di waktu luang akan menghilangkan kebosanan hidup sehingga justru memperpanjang harapan hidup seseorang. Antara psikolog
j). Karakter Mad’u Masa usia lanjut
    Lansia merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan yang dimulai sejak usia 60 tahun sampai akhir hidup. Masa lansia ini pengkategoriannya berbeda-beda antara psikolog yang satu dengan lainnya. Baltes, Smith membagi lansia dalm tiga kategori yaitu: orang tua muda atau (young old) yaitu lansia berusia 65-74 tahun, orang tua-tua yaitu lansia yang berusia 75-84 tahun, dan orang tua yang sangat tua yaitu lansia yang berusia 85 keatas . Rentang kehidupan manusia yang paling akhir dan panjang ini ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Perubahan-peruubahan tersebut dikategorikan dalam dua hal yaitu:
a.    Perubahan yang bersifat fisik:
1.    Kekuatan fisik dan motoric yang sangat kurang, terkadang ada sebagian fungsi orgab tubuhnya tidak dapat dipertahankan lagi.
2.    Kesehatan sangat menurun sehingga sering sakit-sakitan
b.    Perubahan yang bersifat psikis:
1.    Munculnya rasa kesepian, yang mungkin disebabkan karena putra atau putrinya sudah besar dan  berkeluarga, sehingga tidak tinggal serumah lagi.
2.    Berkurangnya kontak sosial dan tugas-tugas sosial akibat kondisi fisik yang menurun.[13]

                                  IV.            KESIMPULAN

          Pada dasarnya Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. baik dari aspek jasmani maupun rohani. Manusia selain  merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk hidup laainnya, adalah juga makhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan makhluk dunia lainnya. E.Cassirer menyatakan bahwa manusia itu adalah “Makhluk Simbolis” dan Plato merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya.
        Sedangkan menurut faham filsafat eksistensialisme  : “Manusia adalah eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini, Psikologi pada dasarnya adalah ilmu yang menelaah perilaku manusia. Psikologi memandang manusia dari empat aliran, diantaranya

1.      Psikoanalis (Sigmund Freud 1856-1939)
2.      Behaviourisme (Jhon Broade 1878-1958)
3.      Psikologi Humanistik
4.      Psikologi kognitif
          Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki suatu keistimewaan dan keunikan yang tak dimiliki makhluk lain. Sedangkan pandangan islam terhadap psikologi sejauh ini ditemukan kesamaan, kesejalanan, saling melengkapi, atau menyangkal diantara keduanya, dari berbagai aliran psikologi. Dalam berdakwah harus ada Da’i dan Mad’u. Da’I merupakan salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Sedangkan Mad’u adalah person atau kelompok masyarakat yang menerima pesan dakwah.
                                     V.            PENUTUP
            Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan tentang Karakteristik Manusia. Oleh karena itu kritik dan  saran yang membangun kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
     



















.


 






[1] Hamdani Bakran Adz_Dzaky, KONSELING DAN PSIKOTERAPI ISLAM,Jogjakarta: Fajar Pustaka,2004,hal 13
[2] Achmad Mubarak, psikologi Dakwah (membangun cara berpikir dan merasa), Malang: Madani Press Wisma Kalimetro, 2014, hal. 44-52
[3] Achmad Mubarak, PsikologI Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, hal.42-49
[4] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2004,hal.202-203
[5] Ahmad Mubarak, Psikologi Dakwah (membangun cara berpikir dan merasa), Malang:Madani Press Wisma Kalimetro,2014,hal.55-56
[6] Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta: 2006, Kencana, hal.97-100
[7] Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta:2006, Kencana,hal.70-82
[8]Achmad Amrurllah, Dawwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Prima Duta,2002, hal.67-69
[9] Arifin Samsul Bambang, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia,2008, hal.89-91
[10] Rakhmad Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaaja Karya, 1999, hal.56-57
[11] Achamd Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Prima Duta, 2000, hal-34-36
[12] Bahri Muhammad Gazali, Dakwah Komunikasi,Jakarta, CV. Pedoman Ilmu,1997,hal26-29
[13] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang:2002,hal37

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr.wb
    Maaf akh.. Boleh minta tolong kirim filenya ke alamat email ana ini �� aj.s96elfath@gmail.com
    Tks

    BalasHapus
  2. mohon maaf kok cuma footnot nya aja, daftar pustakanya mana ya?

    BalasHapus