I.
PENDAHULUAN
Gender sebagai alat analisis umumnya di pakai oleh penganut aliran
ilmu sosial konflik yang justru memuaskan perhatian kepada ketidak adilan
struktural dan sitem yang di sebabkan oleh gender, gender adalah perbedaaan
perilaku antara laki-laki dan perempuan yang di kontruksi secara sosial, yakni
perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan
oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang.[1]
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidak adilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata
perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak adilan, baik bagi kaum laki
maupun perempuan.
Ketidak adilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik
kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Dengan
berjalannnya waktu dan perbedaan yang begitu pesat menjadi perbedaan peran ini
menimbulkan ketidak adilan gender dimana peran antara laki-laki dan perempuan
tidak setara, sehingga kaum yang tretndas akhirnya melakukan protes akan
hak-haknya agar diakui dan di hormati oleh khalayak, sehingga muncul istilah
(emansipasi wanita).
II.
RUMUSAN MASLAH
1.
Apa
Pengertian Rezim Internasional ?
2.
Bagaiman
UUD tentang pengarusutamaan Gender(Mainstreaming) ?
3.
Bagaimana
pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia ?
4.
Bagaimana
Konvensi ILO tentang Kesetaraan Gender di Dunia Kerja ?
III.
PEMBHASAN
1.
Pengertian Rezim
Ada kata “Rezim”, meurut kamus besar ilmiyah populer bahasa
Indonesia merupakan “masa kepemimpinan, masa kejayaan, kekuasaan, pemerintahan,
dan cara memerintah”.[2]
menurut kamus besar Indonesia, rezim merupakan tata pemerintah negara,
pemerintah yang berkuasa.[3]
Gender sebagai rezim Internasional yaitu gender itu menjadi
seperangkat aturan, prosedur pembuatan keputusan, dan atau progam yang
membutuhkan praktek sosial.
2.
UUD tentang Pengurusutamaan Gender Mainstreaming
Komitmen pemerintah dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender
sudah tersurat dalam konstitusi UUD 1945 yang menjamin dan melindungi hak asasi
manusia tanpa adanya perbedaan baik ras, agama, jenis kelamin, maupun gender,
bahkan sejak tahun 1978, upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
telah dicantumkan dalam GBHN. Di tahun yang sama pula Presiden membentuk
Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita yang merupakan cikal bakal dari
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada tahun 1984,
Pemerintah Indonesia meratifikasi “konvensi perempuan” yakni Convention on
the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Woman menjadi UUD No. 7 tahun 1984. Di masa
reformasi setelah GBHN di tiadakan, untuk tetap melanjutkan perjuangan untuk
mencapai kesetaraaan dan keadilan gender pemerintah kemudian mengeluarkan
Intruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang pengurusutamaan gender dalam
pembangunan di daerah sebagai tindak lanjut dari Inpres.[4]
UU No. 7 tahun 1984 tidak serta merta menjadi peraturan perundangan
yang mengatur detail implementasi perlindungan hak asasi, melainkan lebih
memadatkan upaya-upaya yang wajib dilakukan negara dalam mewujudkan hak-hak
perempuan. Hal serupa misalnya dengan telah diratifikasi dan diundangkannya
Convention of Women’s Political Rights sebagai UU No. 8 tahun 1958 tentang
pengesahan konvensi mengenai hak-hak politik perempuan. Beberapa negara telah
memberlakukan UU mengenai keadilan dan kesetaraan gender dengan menggunakan
prespektif HAM.
3.
Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah suatu strategi untuk mencapai
kesetaraan gender melalui kebijakan publik. PUG merupakan suatu pendekatan
untuk mengembangkan kebijakan yang memasukkan pengalaman-pengalaman dan
permasalahan-permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan progam dalam bidang-bidang Politik,
Ekonomi, dan Kemasyarkatan. Tujuan PUG adalah untuk memastikan perempuan dan
laki-laki menikmati manfaat pembangunan secara adil dan merata.[5]
Di dataran internasional, pemerintah Indonesia telah mendatangani
beberapa kesepakatan, hal ini merupakan dasar bagi perluasan komitmen
pemerintah untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Beberapa
kesepakatan tersebut diantaranya adalah Convention on the Political Rights
of Women (1952), Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women pada tahun 1979, International Conference on Population
and Development di tahun 1994, Beijing Declaration and Platform for Action pada
tahun 1995 dan Millenium Development Goals pada tahun 2000 dalam
pertemuan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific di Bangkok, pada 7 sampai dengan 10 September 2004 yang di hadiri
oleh 48 Negara.[6]
Indonesia telah sejak lama memiliki pendekatan kebijakan
progam-progam untuk perempuan, yang dilaksanakan melalui Progam Nasional.
Karena peran utama dinilai sebagai peran rumah tangga, maka progam-progam
seperti itu terutama di fokuskan pada kesejahteraan keluarga dan upaya untuk
mendapatkan tambahan penghasilan keluarga sehingga progam-progam pembangunan
lainnya tidak diwajibkan bersifat responsif terhadap gender.
Sejak itu,
fokus kebijakan pemerintah telah di perluas dengan mempertimbangkan isu-isu
pemberdayaan perempuan dan kuantitas maupun kualitas partisipasi mereka dalam sektor-sektor
produktif. Peran ekonomi perempuan secara spesifik dimasukkan dalam rencana
pembangunan nasional 2000-2004 dengan masalah pekerja migran dan pekerja
informal di identifikasi sebagai bidang yang diprioritaskan.
4.
Konvensi ILO tentang Kesetaraan Gender di Dunia Kerja
ILO adalah kumpulan konvensidan rekomendasi yang di adopsi oleh
konferensibpemburuhan Internasional.
Ketetapan-ketetapan adalah konvensi dan rekomendasi terkait dengan
kesetaraan dan kesempatan dan perlakuan, antara lain :
a.
Konvensi
upah setara, 1951 (N0. 100)
b.
Rekomendasi
upah yang setara, 1951 (No. 90)
c.
Rekomendasi
diskriminasi (pekerjaan dan jabatan), 1958 (No. 111)
d.
Konvensi
pekerja dan tanggung jawab keluarga, 1981 (No. 156)
e.
Rekomendasi
pekerja dengan tanggung jawab keluarga, 1981 (No. 165)
Dan masih banyak lagi Konvensi ILO mengenai kesetaraan Gender dalam
Dunia kerja.
IV.
KESIMPULAN
Gender sebagai rezim internasional adalah suatu tatanan yang berisi
kumpulan prinsip, norma, aturan, proses pembentukan keputusan mengenai
kesetaraan dan keadilan anatara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks
Indonesia, kebijakan mengenai PUG diatur melalui InpersNo. 9 Tahun 2000 dengan
mendasrkan pada UUD 1945 pasal 27 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1985 mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi.
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah suatu strategi untuk mencapai
kesetaraan gender melalui kebijakan publik. PUG merupakan suatu pendekatan
untuk mengembangkan kebijakan yang memasukkan pengalaman-pengalaman dan
permasalahan-permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan progam dalam bidang-bidang
Politik, Ekonomi, dan Kemasyarkatan. Tujuan PUG adalah untuk memastikan
perempuan dan laki-laki menikmati manfaat pembangunan secara adil dan merata.
V.
PENUTUP
Segala Puji Bagi Allah Tuhan penguasa alam. Demikian makalah
yang dapat disuguhkan oleh penulis. Penulis menyadari akan kedangkalan
analisisnya sehingga menghasilkan kesimpulan yang jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca agar kesalahan-kesalahan dalam makalah ini dapat tergantikan oleh
kebenaran yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, penulis
berharap agar makalah ini nantinya dapat berguna bagi siapa saja yang
membacanya.
[1] Dr. Mansour
Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 71
[2] Tim Prima
Pena, Kamus Ilmiyah populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), hlm. 412
[4] http://www.kalyanamitra.or.id/2013/pentingnya-payung-hukum-kesetaraan-gender/# di akses pukul
15.50 WIB tanggal 21 Maret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar