Senin, 05 Desember 2016

Makalah Demokrasi


       I.            PENDAHULUAN
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutifyudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.[1] Kalau menurut Kamus Ilmiah Populer, Demokrasi adalah kerakyatan, pemerintahan atas asas kerakyatan, pemerintahan rakyat.[2]
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.[3]






    II.            RUMUSAN MASALAH
1.    Beberapa Konsep Mengenai Demokrasi
2.    Demokrasi Konstitusional
3.    Sejarah Perkembangan
4.    Demokrasi Konstitusinal Abad ke-19
5.    Demokrasi Konstitusinal Abad ke-20
6.    Perkembangan Demokrasi di Indonesia


 III.            PEMBAHASAN
A.    Beberapa Konsep Mengenai Demokrasi
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstisional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. ( Kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti berkuasa/kekuasaan).
Sesudah perang dunia II kita melihat gejala bahwa secara formil demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan Negara di dunia. Menurut suatu penilitian yang diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun1949 maka “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nam yang paling baik dan wajar untuk semua sistim organisasi poitik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh” (probably for the first time in history democracyis claimed as the proper ideal description of all system of political and social organizations advocated by influential proponents).
Tetapi diantara sekian banyak aliran fikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran yang paling penting yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya “demokrasi”, tetapi yang pada hakekatnya yang mendasarkan dirinya atas komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari eropa, tetapi sesudahperang dunia II  nampaknya juga didukung oleh beberapa Negara baru di asia, india, Pakistan, Filipina dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional, sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupun gaya hidup dalam Negara-negara tersebut. Dilain lain fihak ada Negara-negara baru di asia yang mendasarkan diri atas azas-azas komunisme, yaitu R.R.C., Korea Utara, dan sebagainya.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangka ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam undang-undang dasar 1945. Selain itu dari undang-undang dasar kita menyebut secara eksplisat dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai sistim pemerintahan Negara yaitu:
a) Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
b) Sistim konstitusional pemerintah berdasarkan atas sistim konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan dua istilah “rechtsstaat” dan “sistem konstitusi”, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari undang-undang dasar 1945, ialah demokrasi konstitusional. Disamping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, dimuat dalam undang-undang dasar.[4]

B. Demokrasi Konstitusional
Ciri khas demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokrastis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dari itu sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi (constitutional government). Pada waktu demokrasi kostitusi muncul sebagai suatu program dan system politik yang konkret, yaitu abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan Negara sebaliknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga Negara. Disamping itu,kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang atau satu badan.jaminan terhadap hak asasi manusia dianggap paling penting.
Tetapi demokrasi tidak merupakan sesuatu yang statis, dalam abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II, Negara demokratis telah melepskan pandangan bahwa peranan Negara hanya terbatas pada mengurus kepentingan bersama. Sekarang dianggap bahwa Negara turut bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dank arena itu harus aktif berusaha untuk menaikkan taraf kehidupan warga negaranya. Perkembangan ini telah terjadi secara pragmatis sebagau hasil dari usaha mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam abad ke-20. Lagi pula perkembangan ini telah terlaksana secara evolusioner.

C.    Sejarah Perkembangan
Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa asas dan nilai yang diwariskan dari masa yang lampau, yaitu gagasn mengenai demokrasi dar kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan Bergama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan Yunani , dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur social yang feudal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan social serta spritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (piagam besar) (1215). Magna Charta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon dari inggris di mana untuk pertama kali seorang Raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberaa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untukpenyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.
Eropa Barat mengalami beberapa perubahan social dan cultural yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern dimana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasanya. Dua kejadian ini ialah Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia, dan Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikut di Eropa Utara seperti di Jerman dan Swiss. Renaissance adalah aliaran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan  dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan.Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul akhirnya menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik dibidang spiritual dalam bentuk dogma, maupun di bidang social dan politik.
Kedua aliran yang tersebut di atas mempersiapkan orang Eropa Barat untuk, dalam masa 1650-1800, mengalami masa Aufklarung (abad pemikiran) beserta Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikran atas akal (ratio) semata-mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluaskan gagasan ini di bidang politik.
Monarki-monarki absolute ini telah muncul dalam masa 1500-1700, sesudah berakhinya abad pertengahan. Raja-raja absolute menanggap dirinya berhak atas tahtanya berdasarkan konsep Hak Suci Raja (divine Right of Kings). Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengaruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikannya. Pendobrakan terhadap kefududkan raja-raja absolute ini didasarkan atas suatu teori rasinalistis yang umunya dikenal sebagai social contract (kontrak sosial). Salah satu asas dar gagasan kontrak social ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal. Pada hakikatnya teori-teori kontrak social merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolute dan menetapkan hak-hak politik rakyat.

D.    Demokrasi Konstitusinal Abad ke-19
Negara Hukum Klasik
Sebagai akibat dari keinginan untuk menyelenggarakan hak-hak politik itu secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekuasaan pemerintah ialah dengan suatu konstiutusi, apakah itu bersifat naskah (written constitution) atau tak bersifat naskah (unwritten constitution).
Didalam gagasan konstitusionalisme, konstitusi atau undang-undang dasar tidak hanya merupakan suatu dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan di antara lembaga-lembaga kenegaraan (seperti eksekutif, legilatif, dan yudikatif) atau yang hanya merupakan suatu anatomy of a power relationship, yang dapat diubah atau diganti kalau relationship itu sudah berubah (pandanagan ini dianut di Uni Soviet yang menolak gagasan konstitusionalisme).
Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 gagasan mengenai pembatasan mendapat perumusan yuridis. Ahli-ahli hukum Eropa Barat continental seperti Immanuel kant (1724-1804) dan friedrich Julius stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti A. V. Dicey memakai istilah Rule of Law.
Oleh Stahl disebut empat unsure Rechtsstaat dalam arti klasik, yaitu ;
a.       Hak-hak manusia
b.       Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c.       Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan.
d.      Peradilan administrasi dalam perselisihan.
      Unsure-unsur Rule of Law dalam arti klasik mencakup :
a.       Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b.      Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c.       Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan pengadilan.
Bahwa perumusan-perumusan ini hanya bersifat yuridisdan hanya menyangkut bidang hukum saja dan itu pun dalam batas-batas yang agak sempit tidaklah mengherankan. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yakni baru bertindak apabila hak-haj manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan terancam.

E.     Demokrasi Konstitusinal Abad ke-20
Rule of Law yang Dinamis
Dalam abad ke-20,terutama sesudah Perang Dunia II, telah terjadi perubahan-perubahan social dan ekonomi yang sangat besar. Perubahan-perubahan ini disebakan oleh beberapa factor, antara lain banyaknya kecaman terhadap akses-akses dalam indutrialisasi dan system kapitalis; tersebarnya faham sosialisme yang meninginkan pembagian kekayaan secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis di Eropa, seperti di Swedia dan Norwegia, dan pengaruh aliranekonomi yang dipelopori ahli ekonomi Inggris Jhon Maynard (1883-1946).
Pada dewasa ini Negara-negara modern mengatur soal-soal pajak, uah minimum, pension, pendidikan umum, mencegah atau mengurangi pengangguran dan kemelaratan serta timbulnya perusahaan-perusahaan raksasa (anti-trust), dan mengatur ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak diganggu oleh depresi dan krisis ekonomi. Karena itu pemerintah dewasa ini mempunyai kecendrungan unyuk memperluas aktivitasnya.
Dikemukakan bahwa syrat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law ialah :
1.      Perlindungan kostitusional, dalam arti bahwa kostitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menetukan pula cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas haka-hak yang dijamin.
2.   Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals).
3.      Pemilihan umum yang bebas
4.      Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5.      Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6.      Pendidikan kewarganegaraan (civic education)
Jelaslah bahwa konsep dinamis mengenai Rule of Law disbanding dengan perumusan abad ke-19 sudah jauh berbeda. Di samping merumuskan gagasan Rule Of Law dalam rangka perkembangan baru, timbul juga kecenderungan untuk member perumusan mengenai demokrasi sebagai system politik. Oleh  Commission of jurist juga disebut suatu variasi dari demokrasi berdasarkan perwakilan yang mengutamakan terjaminnya hak-hak asasi golongan minoritas terhadap mayoritas ini dinamakan demokrasi dengan hak-hak asasi yang terlindung (democracy with entrenched fundamental rights).
F.     Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dibagi dalam empat masa yang mana keempat masa tersebut akan dibahas secara singkat seperti dibawah ini :
Perkembangan demokrasi Pra Orde Baru
Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik  antara partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan,  pihak kedua mncoba menarik pihak pertama ke luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit politik. Dalam masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar partai politik di satu sisi, serta di sisi lain  akibat adanya sikap Soekarno dan militer mengenai demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan  setiap kabinet dalam merealisasikan  programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral  dan stabilitas yang parah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin kini telah mulai.
Periode demokrasi terpimpin ini  secara dini dimulai dengan terbentuknya  Zaken Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan infrastruktur  politik dikendalikan  secara hampir penuh oleh presiden. Dengan ambisi yang besar PKI mulai menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah pada massa orde baru.

Ø  Dari uraian diatas dapat di simpulkan, antara lain:
Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun  bereda dalam kedaan memprihatinkan. Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.
Stabilitas politik sevara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca merdeka.
Krisis ekonomi. Dalam masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet tidak sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang sering terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya perhatian disektor ekonomi.Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik menjaadikan birokrasi tidak terurus.
Perkembangan Demokrasi  Masa Revolusi Kemerdekaan.
Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan  baru terbatas pada interaksi  politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.[5]




1.        Masa Republik Indonesia I ( 1945 – 1959 )
Yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer[6]. Pada masa ini presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
• Dominannya partai politik
• Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
• Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
     Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
• Bubarkan konstituante
• Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
• Pembentukan MPRS dan DPAS
2.        Masa Republik Indonesia II (1959-1965)
Yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam   banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat. Ciri-ciri dari demokrasi ini adalah :
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh komunis



    Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2.  Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
3.   Jaminan HAM lemah
4.   Terjadi sentralisasi kekuasaan
5.   Terbatasnya peranan pers
6.  Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3.        Masa Republik Indonesia III ( 1965-1998)
Yaitu masa demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi Konstitusionalyang menonjolkan sistem presidensial. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
a. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
b. Terjadinya krisis politik
c. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
d. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4.    Masa Republik Indonesia IV (1998- Sekarang)
Yaitu masa Reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III. Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
     2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
                   3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.  Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV



 IV.            KESIMPULAN
Demokrasi ada dua kelompok aliran yang paling penting yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya “demokrasi”, tetapi yang pada hakekatnya yang mendasarkan dirinya atas komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari eropa, tetapi sesudahperang dunia II  nampaknya juga didukung oleh beberapa Negara baru di asia, india, Pakistan, Filipina dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional, sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupun gaya hidup dalam Negara-negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangka ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam undang-undang dasar 1945.



[2] Tim Pustaka Agung Harapan, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya:CV. Pustaka Agung Harapan) hal.93
[4] Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-dasarIlmuPolitik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal.105-106
[6] Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-dasarIlmuPolitik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal. 127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar